Konservasi Museum Fatahillah


1.1          Sejarah Museum Fatahillah
Staadhuis itulah nama semula gedung Museum Sejarah Jakarta yang berada dijalan Taman Fatahillah Nomor 1 Jakarta Barat. Luas areal seluruhnya 13.588 m2, dan bangunan yang berada diatasnya tersebut, dilindungi oleh Pemerintah Pusat maupu Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Keputusan Mendikbud No.28/M/1988 dan keputusan Gubernur DKI Jakarta No.475 tahun 1993).
Pada masa pemerintahan VOC di Batavia, Museum Sejarah Jakarta mulanya digunakan sebagai gedung Balaikota (Stadhuis). Pada tanggal 27 April 1626, Gubernur Jenderal Pieter de Carpentier (1623-1627) membangun gedung balaikota baru yang kemudian direnovasi pada tanggal 25 Januari 1707 di masa pemerintahan Gubernur Jenderal Joan van Hoorn dan baru selesai pada tanggal 10 Juli 1710 di masa pemerintahan Gubernur Jenderal Abraham van Riebeeck.
Selain sebagai Balaikota, gedung ini juga berfungsi sebagai Pengadilan, Kantor Catatan Sipil, tempat warga beribadah di hari Minggu, dan Dewan Kotapraja (College van Scheppen). Pada tahun 1925-1942 gedung ini juga dimanfaatkan sebagai Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan pada tahun 1942-1945 dipakai untuk kantor pengumpulan logistik Dai Nippon. Tahun 1952 digunakan pula sebagai Markas Komando Militer Kota (KMK) I yang kemudian menjadi Kodim 0503 Jakarta Barat. Setelah itu pada tahun 1968 gedung ini diserahkan kepada Pemda DKI Jakarta dan kemudian dijadikan sebagai Museum pada tahun 1974.
Museum Sejarah Jakarta yang terletak di Jalan Taman Fatahillah No.1, Jakarta Barat ini adalah sebuah lembaga museum yang memiliki sejarah yang cukup panjang. Pada tahun 1919, dalam rangka 300 tahun berdirinya kota Batavia, warga kota Batavia khususnya Belanda mulai tertarik dengan sejarah kota Batavia. Pada tahun 1930 didirikanlah sebuah yayasan yang bernama Oud Batavia (Batavia Lama) yang bertujuan untuk mengumpulkan segala ihwal tentang sejarah kota Batavia. Tahun 1936, Museum Oud Batavia diresmikan oleh Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer (1936-1942), dan dibuka untuk umum pada tahun 1939.
Museum Oud Batavia ini merupakan lembaga swasta di bawah naungan Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Ikatan Batavia untuk Seni dan Ilmu Pengetahuan) yang didirikan pada tahun 1778 dan turut berperan dalam mendirikan Museum Nasional. Koleksi-koleksinya kebanyakan merupakan peninggalan-peninggalan masyarakat Belanda yang bermukim di Batavia sejak awal abad XVI, seperti mebel, perabot rumah tanngga, senjata, keramik, peta, serta buku-buku.
Pada masa kemerdekaan, Museum Oud Batavia berubah nama menjadi Museum Djakarta Lama dibawah naungan LKI (Lembaga Kebudayaan Indonesia) dan pada tahun 1968 diserahkan kepada Pemda DKI Jakarta. Setelah Museum Sejarah Jakarta diresmikan pada tanggal 30 Maret 1974, maka seluruh koleksi dari Museum Djakarta Lama dipindahkan ke Museum Sejarah Jakarta dan ditambah dengan koleksi dari Museum Nasional.
Sedari tahun 1999 Museum Sejarah Jakarta digagas bukan sekedar sebagai tempat untuk merawat dan memamerkan benda yang berasal dari masa penjajahan, tetapi harus bisa menjadi tempat bagi seluruh khalayak untuk menambah pengetahuan dan pengalaman tentang sejarah kota Jakarta, serta dapat dinikmati sebagai tempat rekreasi. Museum ini berupaya menyediakan berbagai informasi mengenai perjalanan panjang sejarah kota Jakarta, sejak masa prasejarah hingga masa kini dalam bentuk yang lebih kreatif, serta menyelenggarakan kegiatan yang rekreatif dan menarik guna meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya warisan budaya.
Pada awalnya sejarah museum fatahillah merupakan bangunan kolonial Belanda yang dipergunakan sebagai balai kota.  Peresmian gedung dilakukan pada tanggal 27 April 1626, oleh Gubernur Jenderal Pieter de Carpentier (1623-1627) dan membangun gedung balai kota baru yang kemudian direnovasi pada tanggal 25 Januari 1707, pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Joan van Hoorn dan baru selesai pada tanggal 10 Juli 1710 di masa pemerintahan lain, yaitu pada Gubernur Jenderal Abraham van Riebeeck.
Gedung yang dipergunakan sebagai Balaikota ini, juga memiliki fungsi sebagai Pengadilan, Kantor Catatan Sipil, tempat warga beribadah di hari Minggu, dan Dewan Kotapraja (College van Scheppen). Kemudian sekitar tahun 1925-1942,  gedung tersebut  juga digunakan untuk mengatur sistem Pemerintahan pada Provinsi Jawa Barat. Kemudian  tahun 1942-1945, difungsikan sebagai  kantor tempat pengumpulan logistik Dai Nippon.
Kemudian sekitar tahun 1919 untuk memperingati berdirinya batavia ke 300 tahun, warga kota Batavia khususnya para orang Belanda mulai tertarik untuk membuat sejarah tentang kota Batavia. Lalu pada tahun 1930, didirikanlah yayasan yang bernama Oud Batavia (Batavia Lama) yang bertujuan untuk mengumpulkan segala hal tentang sejarah kota Batavia.
Tahun 1936, Museum Oud Batavia diresmikan oleh Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer (1936-1942), dan dibuka untuk umum pada tahun 1939.. Setelah itu pada tahun 1968 gedung ini diserahkan kepada Pemda DKI Jakarta dan kemudian dijadikan sebagai Museum pada tahun 1974. Pada sejarah museum fatahillah berdasarkan pembentukannya hingga bisa kita kunjungi sampai sekarang ini, menyimpan sisa penjajahan di dalamnya. Terbentuk menjadi dua lantai dengan ruang bawah tanah ini, berisikan banyak peninggalan bersejarah yaitu:
• Lantai bawah : Berisikan peninggalan VOC seperti patung, keramik-keramik barang kerajinan seperti prasasti, gerabah, dan penemuan batuan yang ditemukan para arkeolog. Terdapat pula peninggalan kerajinan asli Betawi (Batavia) seperti dapur khas Betawi tempo dulu
• Lantai dua : Terdapat perabotan peninggalan para bangsa Belanda mulai dari tempat tidur dan lukisan-lukisan, lengkap dengan jendela besar yang menghadap alun-alun. Konon, jendela besar inilah yang digunakan untuk melihat hukuman mati para tahanan yang dilakukan di tengah alun-alun.
• Ruang bawah tanah : Yang tidak kalah penting pada bangunan ini adalah, penjara bawah tanah para tahanan yang melawan pemerintahan Belanda. Terdiri dari 5 ruangan sempit dan pengap dengan bandul besi, sebagai belenggu kaki para tahanan.

1.2            Konservasi di Museum Fatahillah
Museum Batavia Lama ini dibuka untuk umum pada tahun 1939. Pada masa kemerdekaan museum ini berubah menjadi ”Museum Djakarta Lama” di bawah naungan LKI (Lembaga Kebudayaan Indonesia) dan selanjutnya pada tahun 1968 ”Museum Djakarta Lama” diserahkan kepada PEMDA DKI Jakarta. Gubernur DKI Jakarta pada saat itu -Ali Sadikin- kemudian meresmikan gedung ini menjadi Museum Sejarah Jakarta pada tanggal 30 Maret 1974.
Untuk meningkatkan kinerja dan penampilannya, Museum Sejarah Jakarta sejak tahun 1999 bertekad menjadikan museum ini bukan sekedar tempat untuk merawat, memamerkan benda yang berasal dari periode Batavia, tetapi juga harus bisa menjadi tempat bagi semua orang baik bangsa Indonesia maupun asing, anak-anak, orang dewasa bahkan bagi penyandang cacat untuk menambah pengetahuan dan pengalaman serta dapat dinikmati sebagai tempat rekreasi.
Kerusakan bangunan ini berdasarkan hasil observasi adalah sebagai berikut:
·         Kerusakan Fisik
Kerusakan ini disebabkan oleh faktor alam seperti air hujan, angin dan panasnya matahari. kerusakan yang disebabkan oleh faktor ini sehingga mengakibatkan tampak rapuh dan kusam. Selain itu komponen bahan bangunan dari kayu seperti pintu kayu, jendela, dan sebagainya juga rusak akibat faktor ini.
·         Kerusakan Mekanis
Kerusakan ini disebabkan faktor konstruksi dan struktur bangunan itu sendiri maupun faktor dari luar.
Saat ini, bangunan bersejarah Museum Sejarah Jakarta atau yang lebih dikenal dengan Museum Fatahillah yang mendapat perhatian lebih. Perhatian lebih ini diwujudkan dengan melakukan renovasi dan konservasi tehadap museum yang terletak di Jakarta Barat ini.
Tindakan Konservasi yang dililih adalah preservasi, rekonstruksi, revitalisasi, dan konsilidasi. Dimana kegiatan tersebut sudah dilaksanakan oleh pemerintah pada bulan Oktober 2014 – Januari 2015. Tindakan-tindakan yang demikian sebenarnya sudah meralisasikan  pada 10 Januari 1972 oleh Ali Sadikin (selaku Gubernur DKI Jakarta kala itu). Namun kegiatan tersebut terhambat 20 tahun karena dinilai perlu untuk menetapkan pengaturan benda-benda cagar budaya dengan mengeluarkan Undang-Undang No.5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (BCB) yang setahun kemudian direalisasikan oleh Pemda DKI Jakarta dengan mengeluarkan SK Gubernur No.Cb. 475 Tahun 1993 yang isinya menetapkan Bangunan-Banguan Bersejarah dan Monumen di DKI Jakarta dilindungi sebagai bangunan cagar budaya (BCB) oleh pemerintah.
Kegiatan Konservasi yang harus dilakukan adalah kegiatan yang sama dengan kegiatan yang sudah dilakukan oleh pemerintah. Misalnya dengan cara menggunakan cat anti rayap agar benda-benda yang terbuat dari kayu tidak lapuk dan dimakan rayap. Dan juga pemeritah yang selaku pemilik bangunan harus lebih memerhatikan bangunan bukan hanya melakukan konservasi di luar bangunan tetapi di dalam juga. Mengadakan sosialisasi terhadap pedagang-pedagang kaki lima yang memakai lapak disana untuk berjualan agar membersihkan sampah-sampah yang ditimbulkan dari usahanya. Dan juga sosialisasi dengan masyarakat dengan maksud melarang masyarakat untuk buang air kecil sembarangan di pinggir bangunan, dilarang mencoret dinding bangunan, dan dilarang untuk membuang sampah di  areal bangunan. Pemerintah juga harus mengadakan tempat sampah yang ekstra.

1.3            Fasilitas Museum Fatahillah
a.       Perpustakaan
b.      Kantin
c.       Toko Souvenir
d.      Sinema Fatahillah
e.       Ruang Pertemuan
f.       Taman Dalam
g.      Mushola

1.4            Aktifitas Museum Fatahillah
a.       Wisata Jakarta Lama
b.      Wisata at Night Museum
c.       Workshop Sketsa Gedung Tua
d.      Nonton Bareng Film Jadul

e.       Pentas Seni ala Jakarta

1.5 Ilustrasi Kasus




Komentar

Postingan Populer