KOTA YANG SUDAH MENERAPKAN RTH 30% DARI LUAS WILAYAHNYA
UNDANG-UNDANG
NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
Visi Undang-Undang No. 26 tentang
Penataan Ruang adalah terwujudnya ruang nusantara yang mengandung unsur-unsur
penting dalam menunjang kehidupan masyarakat, sebagai berikut:
1.
keamanan : masyarakat terlindungi
dari berbagai ancaman dalam menjalankan aktivitasnya;
2.
kenyamanan: kesempatan luas bagi
masyarakat untuk dapat menjalankan fungsi dan mengartikulasi nilai-nilai sosial
budayanya dalam suasana tenang dan damai;
3.
produktivitas: proses dan
distribusinya dapat berlangsung efisien serta mampu menghasilkan nilai tambah
ekonomis bagi kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan daya saing;
4.
berkelanjutan: kualitas lingkungan
dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat saat ini dan generasi mendatang.
Untuk mendukung visi di atas, maka
setiap wilayah harus selalu memperhatikan aspek sumber daya alam dan lingkungan
hidup, seperti ditetapkan pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 pasal 3 yaitu
bahwa penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah
nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan
Nusantara dengan terwujudnya:
·
keharmonisan antara lingkungan alami
dan buatan;
·
keterpaduan dalam penggunaan sumber
daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber
daya manusia; dan
·
perlindungan fungsi ruang dan
pencegahan dampak negatif terhadal lingkungan akibat
pemanfaatan ruang.
Pada pasal 17 memuat bahwa proporsi
kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas daerah aliran sungai (DAS)yang
dimaksudkan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Pasal 28 sampai dengan pasal
30 memuat bahwaproporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota minimal 30% di
mana proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota minimal 10%.
Sedangkan pasal 48 memuat bahwa penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan
antara lain, untuk:
(1)
pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya
(2)
konservasi sumber daya alam; dan
(3)
pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk ketahahan pangan
Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun
2007 secara eksplisit diuraikan tentang penegasan hal, kewajiban serta peran
masyarakat, yaitu:
Pasal 60 : Setiap orang berhak untuk
:
1.
mengetahui Rencana Tata Ruang;
2.
menikmati pertambahan nilai ruang
sebagai akibat penataan ruang;
3.
memperoleh penggantian yang layak
atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai
dengan perencanaan Tata Ruang;
4.
mengajukan keberatan kepada pejabat
berwenang terhadap pembangunan yang tak sesuai dengan Rencana Tata Ruang di
wilayahnya.
Pasal 61: Dalam pemanfaatannya
setiap orang wajib :
1.
menaati Rencana Tata Ruang yang
telah ditetapkan;
2.
memanfaatkan ruang sesuai dengan
izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang;
3.
memenuhi ketentuan yang ditetapkan
dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang, dan
4.
memberikan akses terhadap kawasan
yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik
umum.
Pasal 65 : Peran masyarakat melalui
:
pelibatan peran masyarakat dalam
penyelenggaraan penataan ruang
peran masyarakat dalam penataan
ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan, antara lain, melalui:
(a) partisipasi dalam
penyusunan RTR
(b) partisipasi
dalam pemanfaatan ruang dan
(c) partisipasi dalam
pengendalian pemanfaatan ruang.'
Pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Ruang terbuka hijau adalah area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat
terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang
sengaja ditanam.
Penyediaan dan pemanfaatan RTH dalam
RTRW Kota/RDTR Kota/RTR Kawasan Strategis Kota/RTR Kawasan Perkotaan,
dimaksudkan untuk menjamin tersedianya ruang yang cukup bagi:
·
kawasan konservasi untuk kelestarian
hidrologis
·
kawasan pengendalian air larian
dengan menyediakan kolam retensi
·
area pengembangan keanekaragaman
hayati
·
area penciptaan iklim mikro dan
pereduksi polutan di kawasan perkotaan
·
tempat rekreasi dan olahraga
masyarakat
·
tempat pemakaman umum
·
pembatas perkembangan kota ke arah
yang tidak diharapkan
·
pengamanan sumber daya baik alam,
buatan maupun historis
·
penyediaan RTH yang bersifat privat,
melalui pembatasan kepadatan serta kriteria pemanfaatannya
·
area mitigasi/evakuasi bencana; dan
·
ruang penempatan pertandaan
(signage) sesuai dengan peraturan perundangan dan tidak mengganggu fungsi utama
RTH tersebut.
Fungsi dan manfaat RTH
Fungsi utama (intrinsik) yaitu
fungsi ekologis:
memberi jaminan pengadaan RTH
menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota)
pengatur iklim mikro agar sistem
sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar
·
sebagai peneduh
·
produsen oksigen
·
penyerap air hujan
·
penyedia habitat satwa
·
penyerap polutan media udara, air
dan tanah, serta
·
penahan angin
Fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu:
Fungsi sosial dan budaya:
·
menggambarkan ekspresi budaya lokal
·
merupakan media komunikasi warga
kota
·
tempat rekreasi; wadah dan objek
pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam
Fungsi ekonomi:
·
sumber produk yang bisa dijual,
seperti tanaman bunga, buah, daun, sayur mayur
·
bisa menjadi bagian dari usaha
pertanian, perkebunan, kehutanan dan lain-lain
Fungsi estetika:
·
meningkatkan kenyamanan, memperindah
lingkungan kota baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan
permukimam, maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan
·
menstimulasi kreativitas dan
produktivitas warga kota
·
pembentuk faktor keindahan
arsitektural
·
menciptakan suasana serasi dan
seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun.
·
Dalam suatu wilayah perkotaan, empat
fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan,
kepentingan, dan keberlanjutan kota seperti perlindungan tata air,
keseimbangan ekologi dan konservasi hayati
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya
dibagi atas:
Manfaat langsung (dalam pengertian
cepat dan bersifat tangible), yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh,
segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga,
buah)
Manfaat tidak langsung (berjangka
panjang dan bersifat intangible), yaitu pembersih udara yang sangat efektif,
pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi
lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau
keanekaragaman hayati)
Penyediaan RTH di Perkotaan
Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan
dapat didasarkan pada:
1.
Luas wilayah
2.
Jumlah penduduk
3.
Kebutuhan fungsi tertentu
Penyediaan RTH Berdasarkan Luas
Wilayah
Penyediaan RTH berdasarkan luas
wilayah di perkotaan adalah sebagai berikut:
ruang terbuka hijau di perkotaan
terdiri dari RTH Publik dan RTH privat;
1.
proporsi RTH pada wilayah perkotaan
adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan
10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat;
2.
apabila luas RTH baik publik maupun
privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari
peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap
dipertahankan keberadaannya.
3.
Proporsi 30% merupakan ukuran
minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem
hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat
meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta
sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah
Penduduk
Untuk menentukan luas RTH
berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk
yang dilayani dengan standar luas RTH per kapita sesuai peraturan yang
berlaku.
·
250 jiwa : Taman RT, di tengah lingkungan
RT
·
2500 jiwa : Taman RW, di pusat
kegiatan RW
·
30.000 jiwa : Taman Kelurahan,
dikelompokan dengan sekolah/ pusat kelurahan
·
120.000 jiwa : Taman kecamatan,
dikelompokan dengan sekolah/ pusat kecamatan
·
480.000 jiwa : Taman Kota di Pusat
Kota, Hutan Kota (di dalam/kawasan pinggiran), dan Pemakaman (tersebar)
Penyediaan RTH Berdasarkan Kebutuhan
Fungsi Tertentu
Fungsi
RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau pengamanan, sarana dan
prasarana misalnya melindungi kelestarian sumber daya alam, pengaman pejalan
kaki atau membatasi perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak
teganggu.
RTH
kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau
jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan perlindungan setempat berupa RTH
sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH pengamanan sumber air baku/mata
air.
Ruang Terbuka Hijau Pada
Kota-Kota di Indonesia
Palembang
Kota
Palembang turut seta dalam acara tersebut, dengan membuat stand expo di lokasi
acara. Stand expo milk Kota Palembang menjadi salah satu pusat perhatian bagi
para pengunjung yang hadir di lokasi. Bahkan, Menteri Pekerjaan Umum (PU)
Republik Indonesia mengunjungi stand Kota Palembang.
Plt
Walikota Palembang, H. Harnojoyo mengatakan, Kota Palembang komitmen dalam
mendukung dan menerapkan program dari Kementerian Lingkungan Hidup, yaitu
menjadikan 30% wilayah perkotaan sebagai ruang terbuka hijau, karena dampak
perubahan ikilm di negara kita karena kurangnya ruang terbuka hijau.
“Saat
ini Palembang bahkan sudah lebih dari 30% kawasan terbuka hijau dengan
banyaknya taman-taman kota yang kita bangun, tentu kedepannya akan kita
maksimalkan lagi,” Kata Harnojoyo.
Lebih
lanjut Harnojoyo mengungkapkan, sangat mendukung program pencanangan Indonesia
sebagai poros maritim dunia.
“Karena
dampak positif yang kita dapatkan dari program ini tentu kita harus terlibat
didalamnya, sebagai Kota yang telah mendapat penghargaan sebagai Kota terbesih
udara dari gas emisi, tentu peran Kota Palembang sangat dibutuhkan dalam
mensukseskan program tersebut” Pungkas Harnojoyo.
Selain
mendirikan stand Lingkungan Hidup, Kota Palembang juga mendirikan stand pameran
kebudayaan nusantara oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Palembang.
Menteri Pekerjaan Umum (PU) Republik Indonesia yang sempat mengunjungi
stand milik Kota Palembang, sangat mengapresiasi stand tersebut. Dirinya
mengaku bangga atas kepedulian Kota Palembang terhadap lingkungan.
Surabaya
Ruang
Terbuka Hijau (RTH) yang dimiliki Kota Surabaya hanya 26 persen dari total luas
wilayah kota Surabaya yang mencapai 333.063 kilometer persegi. Untuk itu,
Pemerintah Kota Surabaya bertekad untuk tetap membangun RTH-RTH baru yang
sangat dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan lingkungan.
Wali
Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, beberapa tahun lalu luas RTH di
Surabaya hanya sembilan persen, lalu kemudian naik menjadi 12 persen, dan
kini sebesar 26 persen.
“Kami
berupaya terus untuk membangun RTH baru guna tetap menjaga keseimbangan dan
kondisi lingkungan di tengah pembangunan yang tumbuh pesat,” tegasnya, Kamis
(27/2/2014).
Menurutnya,
bila pembangunan tidak diimbangi dengan adanya RTH akan timbul banyak masalah
lingkungan, seperti banjir, kekeringan, polusi yang kian meningkat.
Di
dalam Undang Undang (UU) Nomor 26/2007 tentang penataan ruang mensyaratkan RTH
pada wilayah kota paling sedikit 30 persen dari luas wilayah kota. RTH terdiri
dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat.
Proporsi
RTH publik pada wilayah kota paling sedikit 20 persen dari luas wilayah kota.
“Saya menargetkan luas RTH bisa di atas 30 persen sehingga Surabaya bisa lebih
sejuk, minim polusi, bebas banjir karena banyaknya resapan, juga wajah Surabaya
menjadi lebih indah, jelasnya.
Ke
depan, sambung Risma, pemkot menargetkan luas RTH di Surabaya dapat mencapai 35
persen. Karena dengan luas RTH sebesar itu dapat menurunkan suhu udara
rata-rata di Surabaya dari 34 derajat celcius menjadi 32 hingga 30 udara
bisa 32-30 derajat celcius .
Pembuatan
RTH ini tidak selalu dalam bentuk taman, akan tetapi juga bisa berupa pembuatan
waduk, penanaman pohon di pinggir jalan, hingga tempat-tempat pembiakan bibit
tanaman.
“Tahun
ini kita membebaskan 2 hektar lahan untuk RTH. Dan diusahakan tahun ini akan
ada banyak RTH-RTH baru yang lebih menyebar diberbagai wilayah di Surabaya,”
pungkasnya.(wh)
KESIMPULAN
Berdasarkan
UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, untuk menunjang kehidupan
masyarakat yang aman dan nyaman, dibutuhkan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
berdasarkan Pasal 28 sampai dengan pasal 30 memuat bahwa proporsi ruang terbuka
hijau pada wilayah kota minimal 30% di mana proporsi ruang terbuka hijau publik
pada wilayah kota minimal 10%.
Pengertian
Ruang terbuka hijau itu sendiri adalah Ruang terbuka hijau adalah area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka,
tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja
ditanam.
RTH
sendiri memiliki fungsi utama sebagai paru-paru kota, pengatur iklim mikro,
sumber oksigen, resapan air dan penyerap polutan dsb.
Melihat
kondisi di Indonesia tinggi akan polusi udaranya akibat gas buangan kendaraan
yang padat serta bencana alam banjir yang sering terjadi, tentunya Program RTH
ini wajib dilaksanakan. Tetapi saat ini RTH minimal 30% belum dapat dicapai
kota-kota yang ada di Indonesia, akibat pembangunan RTH yang tidak bertahap dan
tidak konsisten serta pengerukan tanah untuk bangunan-bangunan dan
infrastruktur kota.
Komentar
Posting Komentar
Hayo apresiasikan tulisan saya ini dengan tqnggapan komentar Anda